Banyak literatur yang sudah mengulas
tentang sakit ginjal. Di sini saya hanya tertarik untuk membagi
pengalaman pribadi tentang sakit gagal ginjal yang diderita oleh orang yang
sangat saya cintai yaitu ibu saya.
Alternatif
penyelamatan kepada pasien gagal ginjal kronik adalah Hemodialisis (Cuci
Darah). Proses cuci darah ini seyogyanya adalah merupakan upaya mengganti fungsi
ginjal yang sudah gagal dengan sebuah mesin yang disebut mesin Hemodialisis.
Kebanyakan
pasien gagal ginjal kronik yang dianjurkan untuk cuci darah merasa takut, termasuk
keluarga pasien dan akhirnya menolak menjalani cuci darah. Hal ini dikarenakan
kurang adanya sosialisasi dari instansi terkait tentang cuci darah, bahkan pihak
keperawatan juga banyak yang kurang memahami terkecuali para perawat yang bertugas
di tempat Hemodialisis itu sendiri. Di samping itu, banyak kasus dimana pasien
yang menjalani cuci darah, baru sekali, dua kali saja langsung meninggal.
Hal
yang sama dialami oleh Ibu saya. Pertama kali mengetahui bahwa Ibu menderita
gagal ginjal yaitu setelah pergi memeriksakan kesehatan pada dokter praktek
ahli dalam dr. Denny Jolanda yang bertempat di Apotek Natsepa Ambon. Setelah melalui
hasil tes darah, maka diketahui bahwa Ibu menderita gagal ginjal dimana kadar
Kreatinin dan Ureum Ibu saya meningkat jauh dari nilai normal. Pada saat itu
ada penguatan-penguatan yang diberikan oleh dr. Jolanda sendiri, dan sangat
menguatkan kami (saya dan ibu) untuk menjalani cuci darah. Ibu saya disuruh
untuk segera masuk rumah sakit, dan waktu itu dianjurkan untuk masuk ke RSUD
dr. M. Haulussy – Ambon. Sepanjang kami di rumah sakit, banyak masukan dari
keluarga dan orang-orang disekitar yang sama sekali menakutkan kami dan pada akhirnya setelah melakukan perawatan
kurang lebih satu minggu, ibu saya akhirnya keluar dari rumah sakit dengan
kondisi yang agak membaik tapi tidak melakukan cuci darah, kami disuruh untuk
menandatangani surat penolakan tindakan.
Tak
lama setelah keluar dari rumah sakit, kondisi ibu saya menurun drastis, akhirnya
kembali masuk rumah sakit. Di rumah sakit tidak ada solusi lain, cuma satu yang
mereka tawarkan yaitu cuci darah. Kami sekeluarga merasa tidak ada pilihan
lain, tapi dari ibu sendiri masih merasa takut untuk menjalaninya. Kebetulan
dalam satu sal tempat ibu saya dirawat, terdapat juga 2 orang penderita gagal
ginjal yang sama dengan ibu saya. Satu diantaranya menolak untuk cuci darah,
selang beberapa hari, karena kadar racun sudah sangat tinggi, si pasien koma
dan dua hari kemudian meninggal dunia. Bersamaan dengan itu, ada pasien yang
berasal dari ruangan UGD langsung menjalani cuci darah dan kemudian masuk dalam
ruangan yang sama dengan ibu saya. Melihat kondisi pasien yang sudah selesai
cuci darah itu membaik, memberi semangat kepada ibu untuk menyetujui agar
segera dilakukan cuci darah. Waktu terus berputar, tak disangka 3 hari kemudian
pasien yang barusan cuci darah itu akhirnya meninggal dunia. Kami sekeluarga
bingung, bagaikan makan buah simalakama. Dalam kondisi yang terobang-ambing,
mama akhirnya masuk dalam tahap masa kritis. Bagian tubuhnya mulai membengkak,
kejang-kejang dan sesak napas, yang akhirnya harus memakai oksigen untuk
membantu pernapasannya. Kondisinya sudah hampir sama dengan pasien yang menolak
tindakan cuci darah lalu. Keluargaku yang lain sudah pasrah. Suster dan manteri
yang bertugas malam itu menyarankan kepada kami untuk segera mengambil
keputusan. Saya menguatkan keluargaku yang lain untuk tetap melakukan cuci
darah, minimal ada harapan yang mana kami tetap bergantung dan menyerahkan
semuanya kepada Tuhan. Malam itu adalah malam yang sangat mengharukan. Ibu saya
sangat merasa tersiksa dengan sesak napas yang dia derita. Kebetulan karena Ibu
saya seorang guru, jadi dia sudah dipindahkan dalam kamar dimana terdapat juga
seorang pasien dan suaminya yang menjagai pasien tersebut. Malam itu, yang ada
dalam kamar itu adalah saya, tante (kakak ibu saya), dua ponakan saya, pasien
di sebelah dan suaminya. Dalam kondisi yang kritis dan hampir tak sadarkan
diri, ibu saya menyuruh saya berdoa untuknya, setelah itu, beliau menyuruh
ponakan saya yang satu, setelah itu satunya lagi, setelah itu tante saya. Setelah kami sekeluarga berdoa secara
bergiliran, kini gilaran ibu saya meminta suami pasien di sebelah untuk berdoa juga
untuknya. Dan terakhir Ibu saya kembali meminta saya berdoa. Situasi malam itu
amat sedih, tante saya dan dua ponakan saya sudah menangis. Dalam hati saya
sangat sedih, tapi saya berusaha menguatkan hati saya dan tetap berharap kepada
Tuhan supaya ibu bisa melewati masa-masa kritis ini. Selesai saya berdoa, Ibu
bersalaman dengan kami semua dalam ruangan, seakan menyampaikan salam
perpisahan. Tiba saatnya ibu bersalaman dengan saya, beliau menangis, dalam
hati saya menangis, tapi saya menguatkan diri saya, dan dengan sedikit kekuatan
yang ada, dengan suara lembut dan penuh harapan saya berkata kepada Ibu saya, “Ibu,
besok ini akan cuci darah dan setelah cuci darah ini ibu akan sembuh, ibu harus
kuat, ibu kan masih sayang pada kami kan? Dengan air mata yang berlinang, ibu
saya mengangguk lemah. Kembali saya mengulangi kata-kata tadi, akhirnya Ibu mengangguk
dan sangat memberikan semangat juga bagi saya. Tak lama setelah itu, ibu tidak
sadarkan diri. Kedua ponakan dan tante saya, karena kecapean mereka akhirnya
tertidur. Saya tidak bisa tidur, saya tetap ada di samping ibu, sambil sesekali
membetulkan slank oksigen yang masuk ke hidung ibu dikala letak duduknya
bergeser ketika ibu menarik napas panjang akibat sesak napas yang dia alami.
Atas
campur tangan Tuhan pagi pun tiba. Saya disuruh mengisi formulir persetujuan
melakukan cuci darah. Suster dalam ruangan bertindak cepat. Mereka segera menghubungi
dr. Yusuf Huningkor, dokter yang mengkoordinir ruangan cuci darah dan juga
kepala ruangan cuci darah Ibu Vera Rahanra. Saya sempat pulang ke rumah untuk
mandi, tapi belum sempat mandi, ponakan saya menghubungi saya, memberitahukan
bahwa mama segera cuci darah. Saya akhirnya langsung kembali ke rumah sakit dan
tidak jadi mandi. Sesampai di ruangan, ibu dan ponakan sudah tidak ada, mereka
sudah membawa ibuku ke tempat cuci darah. Kamar tempat ibu dirawat kosong. Saya
masuk ke dalam kamar, tak kuat menahan, akhirnya air mataku jatuh, saya
berlutut di samping tempat tidur ibu, saya menangis, sambil menangis, saya
berdoa minta Tuhan tolong. Setelah itu saya langsung ke tempat cuci darah.
Proses
cuci darah sudah berlangsung tapi ibu tetap tidak sadar. Setelah cuci darah,
baru ibu sadar, beliau sudah bisa mengangguk dikala Ibu Suster Kepala ruangan
bertanya, dalam hati saya bersyukur, kalau ibu sudah melewati masa-masa kritis.
Kami
kemudian membawa ibu kembali ke ruangan, Ibu Suster Kepala Ruangan HD sempat berpesan
untuk segera melakukan transfusi darah, minimal 2 kantong. Dengan berbekal
pesan dari Ibu Kepala Ruangan HD tersebut, saya langsung berupaya untuk mencari
pendonor untuk ibu saya. Golongan darah Ibu adalah B, atas bantuan pegawai PMI
Belakang Soya, akhirnya saya berhasil dipertemukan dengan seorang pendonor,
itupun sudah Jam 9 malam. Setelah menemukan pendonor, saya menghubungi ponakan
di Rumah Sakit, untuk mengurus surat permintaan darah ke PMI. Tapi kenyataan
sangat mengecewakan, suster yang bertugas malam itu menolak dengan alasan tidak
ada perintah dari dokter untuk melakukan transfusi darah. Karena saya terus
mendesak meskipun lewat handphone, akhirnya suster itu menyuruh saya datang ke
rumah sakit untuk mengabil sampel darah ibu kemudian dibawa ke lab untuk
diperiksa HB-nya, dan ternyata HB ibu sangat rendah yaitu 3,8. Mengetahui HB
ibu yang sangat rendah, suster itu kelihatan panik dan menyuruh saya segera
menghubungi pendonor, dan akhirnya malam itu berhasil dilakukan transfusi darah,
disamping sudah menyiapkan satu kantung darah lagi untuk didonorkan besok.
Besoknya
ibu kelihatan segar, wajahnya mulai berseri, sesak napas yang dia derita sudah
tidak ada lagi, bagian kulit kaki, tangan dan wajahnya mulai mengerut,
bengkaknya sudah mulai menurun. Kembali didonorkan darahnya yang satu lagi.
Kami sekeluarga masih dalam masa pergumulan, mengingat pengalaman yang sudah
terjadi, pasien yang baru selesai cuci darah, 3 hari kemudian meninggal. Saya
selalu berdoa, semoga ibu diberi umur panjang. 3 hari terlewati, 1 minggu
terlewati, akhirnya ibu sudah mulai kuat, dan pihak rumah sakit memperbolehkan
Ibu pulang ke rumah dan melakukan rawat jalan, dengan tetap melakukan rutinitas
cuci darah 3 kali dalam seminggu.
Sekarang
ibu sudah bisa melakukan aktifitas yang ringan-ringan, sudah tidak terbaring
lagi di tempat tidur tapi beliau tidak bisa melakukan aktifitas di sekolah
lagi, berhubung karena sekolah tempat dia mengabdi di Masohi Maluku Tengah. Ibu
sekarang bersama saya, ternyata doa saya selama ini Tuhan telah kabulkan, disamping
Tuhan telah menyelamatkan ibu melewati masa kritis, tapi Tuhan juga memberi
kesempatan kepada saya untuk merawat Ibu di hari tua seperti yang saya
idam-idamkan.
Satu
pesan yang saya ingin sampaikan kepada pembaca sekalian adalah, marilah kita
memberikan perhatian yang lebih kepada keluarga yang sakit, karena dengan
perhatian kita, mereka akan merasa kuat, dan tidak merasa sendiri dalam
menjalani akan pergumulan hidupnya dalam masa-masa penderitaannya, apapun
penyakit yang diderita.
saya laki2 usia 30 thn golongan darah A,saya berniat mau mendonorkan ginjal saya demi keluarga dan masa depan anak saya.jika ada yang minat / membutuhkan silahkan hubungi saya di nope 087718856664 atau via email di cacusetiawan@yahoo.com / setiawancacu03@gmail.com....saya sangat mengharapkan sekali bantuan dari anda dan saya akan selalu siap kapanpun anda butuhkan.
BalasHapus####################################
BalasHapus(RALAT) mohon maaf sblmya sya mau donor ginjal gol darah AB+ domisili malang 34 thn hp 081 333 851 444
##################################################################
(RALAT) mohon maaf sblmya sya mau donor ginjal gol darah AB+ domisili malang 34 thn hp 081 333 851 444
##################################################################
(RALAT) mohon maaf sblmya sya mau donor ginjal gol darah AB+ domisili malang 34 thn hp 081 333 851 444
##############################
Kalau saudara punya penyakit gagal ginjal dan sudah brobat ke be berapa rumah sakit tapi tidak ada perubahan dan tak kunjung membaik, saya sarankan Coba lah konsultasi dan brobat dengan pengobatan trpadu ah 9779...
BalasHapusSaya berani merekomendasikan ini karna saya Jura brobat ke sini... Sudah konsultasi langsung dan bahkan yang konsultasi itu adik saya langsung yang juga seorang dokter.
Waktu itu saya di Minta datang langsung. Tapi saya tidak bisa karna faktor biaya prjalanan Juga cukup jauh.
Akhirnya saya hanya minta pesan obat yg paling bagus Saja agar saya bisa lekas sembuh. Karna konon dari info yang di berikan teman saya di Jakarta bahwa ada teman Satu penempatan nya di Koramil sudah sembuh dari gagal ginjal yang dahulu nya harus rutin cuci darah 4x sebulan Sekarang sudah Lepas cuci darah dan sudah sembuh.
Jadi cobalah berobat dengan beliau...karna pengobatan nya bagus dan tidak melanggar aturan RAMAH SAKIT. Saya sudah transfer dan ALHAMDULILLAH obat nya sudah di Kirim.
Saya jamin demi allah beliau orang nya amanah Kalau ragu bisa datang langsung ketemu langsung.
Ini no Hp nya dan wa beliau.
0822-9423-8289.
Dengan bapak yusuf ikhwan ah 9779.